28 C
Medan
Jumat, 20 September 2024

Soekarno, Raja Inal dan Darah Pahlawan Kakek Musa Rajekshah

Menarik untuk dibaca

Redaksi
Redaksihttps://www.akses.co/
Redaktur berita di https://www.akses.co
- Advertisement -[the_ad_placement id="artikel-bawah-judul-diatas-teks"]

akses.co – H. Said Achmad adalah kakek Musa Rajekshah dari garis keturunan ibu kandungnya, Hj. Syarifah Rahmah. Pada 10 November 1958, Presiden Sukarno, menandatangani Surat Tanda Djasa Pahlawan, yang diberikan kepada Said Achmad. Darah pahlawan RI ternyata mengalir deras dalam diri Musa Rajekshah, Calon Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2018-2023 ini. Sebuah nasab silsilah yang banyak luput dari pengamatan.

Pada Rabu 9 Mei 2018 baru lalu, menjelang Ramadhan 1439 tahun ini, Musa Rajekshah (Ijeck), menziarahi kubur kakeknya, H Said Achmad, di Taman Makam Pahlawan Sumatera Utara di jalan Sisingamangaraja, Medan. Said Achmad lahir pada 12 Mei 1915 dan wafat pada 29 Juni 1984.

Di tempat yang sama, Ijeck yang memakai lobe dan koko berwarna putih bersih, juga menyempatkan diri menziarahi ayah Letjend. TNI (Purn.) Edy Rahmayadi, Kapt. (Kal) A. Rachman Ishaq dan Mantan Gubsu Raja Inal Siregar. Ketiganya –kakek Ijeck, ayah Edy dan Raja Inal– memang dianugerahi kehormatan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk dimakamkan Taman Makam Pahlawan. Sebuah kehormatan yang tak dimiliki banyak orang dan banyak keluarga di negeri ini.

Soekarno, Presiden RI pertama dan Proklamator, dalam posisinya sebagai Presiden-Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, menandatangani Surat Tanda Djasa Pahlawan bernomor 57220 yang ditujukan kepada Said Achmad. Tertulis dalam surat, pemberian tanda jasa kepada Said Achmad karena “Atas djasanya didalam perdjoangan gerilja membela kemerdekaan negara.”

Saat Soekarno meneken surat itu, Said Achmad berpangkat Prajurit/T.P, anggota Sie. II Cie. I Bat. I. dengan penugasan kesatuan di Kes. II. Div. Atjeh Sumatra. Sukarno benar, kepahlawanan memang tak pernah bercerita soal pangkat, apakah seorang Jenderal atau Prajurit, seorang Presiden atau rakyat jelata.

Setahun setelahnya, Pemerintah RI melalui Menteri Pertahanan RI, Ir Djuanda, menganugerahi Kakek Ijeck dengan dua gelar sekaligus. Pertama, “Satyalantjana Peristiwa Perang Kemerdekaan Ke I” seperti yang tertuang dalam Surat Tanda Penghargaan No. 240115. Kedua, gelar “Satyalantjana Peristiwa Perang Kemerdekaan Kedua” seperti ditulis dalam Surat Tanda Penghargaan No. 209214. Kedua surat itu bertanggal sama, 10 Nopember 1959. Kedua penghargaan ini didasarkan atas UU No. 70 tahun 1958 tentang Tanda Penghargaan Khusus untuk Anggauta Angkatan Perang Republik Indonesia.

Ketika kepemimpinan negara RI beralih dari Presiden Sukarno ke Presiden Soeharto, negara juga memberikan penghargaan kepada Kakek Ijeck ini atas jasa-jasanya. Melalui Surat Keputusan Nomor Skep/860/VII/1982 tanggal 31 Juli 1982 tentang Pengakuan, Pengesahan, dan Penganugerahan Gelar Kehormatan, Said Achmad digelari Veteran Pejuang Kemerdekaan RI.

Atas jasa-jasanya itu, kakek Ijeck kemudian mendapat kehormatan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Medan.

Ini merupakan silsilah yang banyak luput dari pengamatan. Itu karena nasab Ijeck lebih dikenal masyarakat luas dari pihak ayahnya, H Anif Shah dan lalu ke al-Hafidz Gulrang Shah, seorang hafidz Al-Quran yang mempunyai kedekatan emosional dan kultural dengan Tuan Syekh Abdur Rahman Silau Laut di Asahan.

Dengan informasi ini, silsilah Ijeck dapat ditelusuri dalam dua dimensi yang mempunyai benang merah yang sama: memerjuangkan kemerdekaan RI dan perjuangan penyebaran agama Islam di Indonesia.

Tak heran pula kalau basis kepahlawanan dan religi di kehidupan keluarga Ijeck ini, menjadi dasar dan latar belakang rasa solidaritas sosial keluarga Ijeck terhadap masyarakat Indonesia dan Sumut pada umumnya. Tidak hanya berdimensi religiusitas keagamaan, namun masyarakat Sumut telah mencatat begitu banyak kepedulian sosial dari pihak keluarga Ijeck di bidang pendidikan, kebudayaan, anak putus sekolah, penghidupan ekonomi rakyat bawah dan desa-desa, serta banyak lagi. Ada yang sempat tercatat di media tapi jauh lebih banyak yang tidak terekspose di koran-koran.

Bukankah para pahlawan memang tidak hanya memerjuangkan diri dan kelompoknya, melainkan seluruh harkat dan martabat kemanusiaan?

Said Achmad kini terbaring di Taman Makam Pahlawan Sumatera Utara, Jalan Sisingamangaraja Medan. Lebih kurang seminggu sebelum Ramadhan 1439 H, sesuai tradisi umat muslim, Ijeck menziarahi makam kakeknya ditemani ibunya, Hj Syarifah Rahmah, istrinya Sri Mihari Ayu dan sanak keluarga yang lain.

“Kakek saya ini bapak dari ibu saya. Masa-masa perjuangan militernya lebih banyak dihabiskan di Aceh saat berperang melawan Belanda,” terang Ijeck.

Seragam dengan makam lainnya, makam kakeknya berwarna putih bersih dengan helm militer tersandar di pusara. Letaknya bersebelahan dengan makam H Raja Inal Siregar, mantan Gubernur Sumut, pencetus Marsipature Hutana Be yang wafat dalam kecelakaan pesawat Mandala Air 2005 lalu. Setelah berziarah ke makam kakeknya, Ijeck dan keluarganya juga terlihat mendoakan mantan gubernur yang dikenal kharismatis itu. Khusuk dalam doa dan lantunan ayat-ayat kitab suci. (rur/rel)

- Advertisement -spot_img

Berita Selanjutnya

[gs-fb-comments]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -[the_ad_placement id="sidebar-1"]

Juga banyak dibaca